Rabu, 10 Agustus 2011

Dubes RI: Nazaruddin Mencoba Suap Polisi di Kolombia

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sepak terjang Muhammad Nazaruddin sungguh luar biasa. Setelah kabur ke luar negeri dan melemparkan "bola panas" di Indonesia, mantan bendahara umum Partai Demokrat itu, mencoba menyuap polisi yang menangkapnya di Cartagena, Kolombia.
Hal itu diungkapkan Duta Besar Republik Indonesia di Kolombia Michael Menufandu kepada Kompas, yang menghubunginya dari Jakarta, Selasa (9/8).
"Ya, benar, ia sempat menyampaikan niatnya. Saya melarangnya," ujar Michael.
Michael menegaskan, Nazaruddin yang memakai paspor atas nama M Syarifuddin tidak ditangkap bersama istrinya, Neneng Sriwahyuni.(*)

Selasa, 09 Agustus 2011

Ibu Nifas di RSUD Bajawa

Frans Anggal

Keluhan Perlakukan Diskriminatif



Pasien keluhkan pelayanan RSUD Bajawa. Diskriminatif. Perlakukan ini menimpa Paulina Sawu asal Desa Dadawea, Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada. Ia masuk rumah sakit karena hendak melahirkan, Senin 25 April 2011 (Flores Pos Sabtu 7 Mei 2011).

Beginilah perlakuan yang dialaminya. Setelah tiga hari dirawat, ia tidak lagi kebagian jatah makan. Saat ditanya alasannya, petugas menjawab: Paulina Sawu tidak lagi berstatus pasien, karena sudah sehat. Sedangkan bayinya masih dirawat di inkubator. Dengan alasan yang sama, tempat tidurnya ditempati pasien lain. Sedangkan dia ditempatkan di ruang inkubator. Tanpa tempat tidur. Tidur di lantai.

Karena kaki pasien ini membengkak, suaminya Hubertus Uta melaporkan keadaan itu ke petugas. Dilakukanlah pemeriksaan. Hasil pemeriksaan: ibu melahirkan ini menderita hipertensi atau darah tinggi. Maka, ia dikembalikan ke tempat perawatan semula, di ruang ekonomi. Di sana barulah ia mendapat tempat tidur. Juga mendapat jatah makan.

Direktris RSUD Bajawa Dokter Maria Wea Betu membantah adanya perlakukan diskriminatif dalam kasus ini. Menurut dia, ibu melahirkan itu tidak lagi berstatus pasien karena sudah sehat. Karena si ibu sudah sehat, yang menjadi pasien tinggal bayinya.

Hal lain, yang terkait erat dengan itu, RSUD Bajawa kekurangan tempat tidur. Hanya 22 buah. Sedangkan pasien di ruang persalinan saat itu 27 orang. "Jadi (dengan kondisi seperti ini), yang sudah sehat bisa keluar dan bisa menginap di luar. Sedangkan pasien dari luar Bajawa ditampung di suatu ruangan bagian belakang. Dan tiap dua jam menyusui bayinya," kata Dokter Maria.

Penjelasan ini menerangkan satu hal. Masalah paling utama di RSUD Bajawa saat ini, dalam kasus ini, adalah fasilitas. Rumah sakit kekurangan tempat tidur. Keadaan ini mengharuskan pengaturan tertentu manakala jumlah pasien melebih daya tampung.

Dari kasus ini dan penjelasan direktris, kita menangkap pengaturan di RSUD Bajawa kurang lebih sebagai berikut. Ibu melahirkan, kalau sudah sehat, tidak diperkenankan lagi menginap di rumah sakit, meski bayinya sedang dirawat. Kalau tetap ngotot menginap maka, maaf beribu maaf, bersiaplah terima risiko. Pertama, tidur di lantai. Kedua, tidak dapat jatah makan.

Risiko inilah yang dialami Paulina Sawu. Kata petugas, ibu melahirkan ini sudah sehat, setelah tiga hari dirawat inap. Sedangkan bayinya belum, masih dalam inkubator. Karena dinyatakan sudah sehat, ibu ini tidak lagi jadi pasien. Karena tidak lagi jadi pasien, haknya sebagai pasien dicopot habis. Ia tidak dapat makan. Tidak dapat tempat tidur. Tidak dapat perawatan.

Benarkah ia sudah sehat? Kalau ia sudah sehat, kenapa kakinya bengkak? Karena kakinya bengkak, ia diperiksa. Hasilnya, ia menderita hipertensi. Benarkah hipertensi menyebabkan kaki bengkak? Jangan-jangan itu terjadi karena dia tidak dapat jatah makan (asupan gizi) dan hanya tidur di lantai.

Ibu itu ibu yang baru melahirkan. Masuk akalkah tiga hari setelah melahirkan ia dinyatakan sehat? Boleh jadi benar, ia sehat hanya dalam tiga hari. Namun ia pasti masih dalam masa nifas. Normalnya 40-60 hari. Artinya, selama 40-60 hari darah masih keluar dari rahim. Maka, masa nifas adalah masa perawatan. Ia tetap membutuhkan perlakuan khusus. Adakah perlakuan "khusus" di RSUD Bajawa? Ada! Ibu nifas tidur di lantai dan tidak diberi makan.

"Saya minta, pelayanan petugas di RSUD Bajawa memperhatikan aspek kemanusiaan. Pemerintah dan DPRD harus memperhatikan kejadian-kejadian seperti ini dan bila perlu ambil sikap tegas," kata suami si pasien. Ia benar. Aspek kemanusiaan!

"Bentara” FLORES POS, Senin 9 Mei 2011

Halo Polsek Riung? Kasus Pemerkosaan Perempuan Cacat

Frans Anggal

  Seorang gadis cacat,16 tahun, diperkosa Marianus Daeng Sapat, 20 tahun, warga Desa Wangka Selatan, Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada, Selasa 26 April 2011. Kasus ini sudah dilaporan kakak korban ke Polsek Riung. Namun hingga Kamis, 27 April, pelaku belum ditangkap (Flores Pos Rabu 4 Mei 2011).

Dari usianya, korban adalah anak di bawah umur. Cacat pula. Kondisi ini tidak menghalangi niat si pemuda. Mungkin ada sedikit rasa bersalah, rasa iba dan tak tega. Namun semua perasaan itu takluk di bawah perasaan lain. Perasaan berkuasa.

Dengan ini, kita hendak melihat kekerasan seksual sebagai bentuk ketidakseimbangan relasi kuasa antara pelaku dan korban. Kekerasan seksual tidak hanya soal hasrat pemuasan seksual, tapi juga kehendak penundukan atau panaklukan. Dengan memperkosa perempuan, laki-laki menunjukkan kekuasaannya---yang notabene sudah lama melembaga dalam masyarakat.

Jadi, selain sebagai cara pemuasan seksual, pemerkosaan adalah juga media penegakan supremasi laki-laki. Di sini, perempuan dan anak bukan hanya korban, tapi juga ikon ketertundukan dan ketertaklukan itu.

Dengan ini pula, pemerkosaan sesungguhnya bisa bahkan sering terjadi dalam perkawinan yang sah (marital rape). Yakni berupa pemaksaan kehendak seksual suami terhadap istri. Pemaksaan itu sudah merupakan penaklukan atau penundukan. Di sini, taat pada suami disamakan dengan takluk pada suami.

Itu dalam situasi damai. Dalam situasi perang, kisahnya lebih mengerikan. Alexandra Stiglmayer dalam Mass Rape: The War Against Women in Bosnia-Herzegovina (1997) menulis, laki-laki bersenjata memperkosa karena ingin memperlihatkan kekuasaannya. Ia ingin menjadi pemenang dalam pertempuran. Ia memperkosa karena menganggap tubuh perempuan sebagai bagian dari pertempuran.

"Di berbagai wilayah konflik bersenjata seperti Bosnia Herzegovina dan Kroasia, Rwanda, dan lain-lain, pemerkosaan digunakan sebagai alat pembersihan etnis," tulis Stiglmayer. "Pemerkosaan di wilayah seperti itu tidak bisa dilihat sebagai insiden dari agresi militer, tetapi justru merupakan taktik atau strategi agresi," ia mengutip para ahli dari komisi PBB yang melakukan penyelidikan mengenai pemerkosaan di bekas negara Yugoslavia.

Kembali ke kasus pemerkosaan di Ngada. Tindakan si pemuda tentu tidak dalam konteks taktik atau strategi agresi yang dijelaskan Stiglmayer. Namun, ada kesamaannya. Yakni, dalam hal relasi kekuasaan antara pelaku dan korban. Relasi asimetris. Relasi antara si kuat dan si lemah. Antara si penakluk dan si tertakluk. Antara si pememang dan si pecundang. Relasi asimetris ini sesungguhnya telah lama tertanam dan melembaga dalam masyarakat.

Relasi asimetris ini semakin tidak simetris karena si korban tidak hanya perempuan dan anak di bawah umur, tapi juga seorang cacat. Bukankah di negeri ini orang cacat dianggap seolah-olah tidak ada? Tengoklah ruang-ruang publik: terminal, sekolah, kantor, dll. Semuanya tidak nyaman bagi kaum cacat. Tak ada ramp untuk kursi roda, guide block untuk tunanetra, atau petunjuk bagi tunarungu.

Perlakuan negara seperti ini tentu samakin menyuburkan relasi kekuasan asimetris itu tadi. Maka, tidak heran, banyak wanita cacat menjadi korban pemerkosaan. Mereka dianggap tidak ada, sehingga "boleh" diapakan saja oleh siapa saja. Apakah karena ini juga Polsek Riung belum menangkap pelaku pemerkosaan? Halo Polsek Riung?

"Bentara” FLORES POS, Kamis 5 Mei 2011

Inikah Ngada Bangkit?

Frans Anggal

Kompak Memprotes Surat Gubernur NTT
Ribuan massa Perkumpulan Rakyat Watu Ata (Permata) mendatangi bupati, wabup, dan DPRD Ngada di Bajawa, Kamis 5 Mei 2011. Mereka memprotes surat gubernur NTT ke Menteri Kehutanan RI. Surat itu tidak mengusulkan perubahan fungsi kawasan hutan di NTT. Ini dinilai tidak realistis dan sangat merugikan masyarakat (Flores Pos Jumat 6 Mei 2011).
Surat itu tertanggal 20 Desember 2010. Perihal Ranperda RTRW Provinsi NTT 2010-2030. Tentang kehutanan, surat itu tidak usulkan perubahan. Akibatnya, bagi Kabupaten Ngada, luas kawasan hutan masih seperti dulu. Yakni 56 persen. Padahal, UU 41/1999 tentang Kehutan¬an menetapkan hanya 30 persen untuk sebuah kabupaten.

Demo ini mendapat tangapan positif dari bupati, wabup, dan ketua DPRD. Bupati Marianus Sae bilang, surat gubernur itu tidak sesuai dengan kondisi riil di Ngada dan sangat merugikan masyarakat Ngada. Sudah dua kali ia mengirim surat protes ke pusat, 8 Maret dan 27 April 2011. Namun belum ditanggapi pusat. Pemerintah dan DPRD ajukan luas kawasan hutan Ngada 30 persen.

Wabup Paulus Soliwoa bilang, untuk mengegolkan perjuangan, pemerintah akan presentasikan kondisi riil wilayah Ngada dan kawasan hutannya. Pemkab akan tempuh langkah administratif ke pusat.

Ketua DPRD Kristoforus Loko biang, jeritan rakyat dirasakan oleh wakil rakyat. "Kita tidak inginkan terjadi tindakan sewenang-wenang terhadap masyarakat. Kalau terjadi, kami sebagai wakil rakyat tidak akan berdiam diri, tetapi berupaya untuk menyelamatkan rakyat. Hutan tetap penting untuk kepentingan masyarakat, tetapi tidak boleh mengorbankan kehidupan masyarakat."

Aha! Sungguh menarik. Dalam demo ini, masyarakat, eksekutif, dan legislatif memiliki cara wawas yang sama terhadap surat gubernur. Bahwa surat gubernur tidak aspiratif. Gubernur tidak tanya-tanya kabupaten. Soal substansi hutan, gubernur bersikap seenak perutnya sendiri. Padahal gubernur tidak punya wilayah. Yang punya wilayah adalah bupati.

Selain tidak aspiratif, surat gubernur tidak realistis. Tidak sesuai dengan kondisi riil kabupaten. Yang kenal kabupaten adalah bupati. Namun pihak yang paling mengenal wilayahnya sendiri ini justru tidak ditanyai.

Tidak hanya tidak realistis, surat gubernur juga merugikan masyarakat. Khusus di Ngada, sebagian besar ruang hidup masyarakat ditetapkan jadi kawasan hutan, 56 persen. Sementara mayortas masyarakatnya hidup dari pertanian. Jumlah mereka terus bertambah. Seiring dengan itu, mereka butuhkan lahan yang luas. Dalam keadaan begini, kenapa gubernur tidak usulkan perubahan kawasan hutan menjadi 30 persen untuk semua kabupaten, sesuai dengan amanat UU?

Dampaknya menarik. Surat gubernur diprotes oleh bupati. Hal yang tidak perlu terjadi kalau gubernur menjalankan fungsi koordinasi. Justru ini yang kurang dari gubernur sekarang. Tidak heran pula, kasus tapal batas Ngada dan Manggarai Timur tetap menggantung tidak jelas penyelesaiannya. Tidak hanya diprotes oleh bupati, surat gubernur juga diprotes oleh masyarakat. Demo ribuan massa Permata itu adalah demo protes surat gubernur. Demkian pula pernyataan bupati, wabup, dan ketua DPRD adalah pernyataan protes terhadapnya.

Yang tak kalah menarik, kompaknya Ngada memprotes surat itu. Tampak, masyarakat, bupati, wabup, ketua DPRD bersatu padu memperjuangkan kepentingan masyarakat. Ini fenomena yang langka. Apakah ini pertanda Ngada bangkit?

"Bentara” FLORES POS, Sabtu 7 Mei 2011

DPRD Ngada Desak Kapolres Dimutasikan





Ditulis oleh hans   
Saturday, 02 May 2009 23:09
Flores Pos
Bajawa,NTT Online - Ketua DPRD kabupaten Ngada, Thomas Dolaradho menegaskan, Kapolda NTT dan Kapolri harus memperhatikan aspirasi seluruh masyarakat Ngada dan Sikka atau umat Keuskupan Agung Ende dan Keuskupan Maumere. Kapolda dan Kapolri harus segera memutasikan Kapolres Ngada AKBP Erdy Swahariyadi dari Polres Ngada.
“DPRD Ngada sangat mendukung surat pernyataan kekecewaan Uskup Agung Ende Mgr Vincent Sensi Potokota dan 97 imam se-Keuskupan Agung Ende atas kinerja Polres Ngada yang lamban menangani penyelidikan kasus kematian Romo Faustinus Sega. Dewan minta Kapolda dan Kapolri segera memutasikan Kapolres Ngada,” kata Thomas Dolaradho, Kamis (30/4) di ruang kerjanya sesaat setelah menerima surat pernyataan Uskup dan 97 imam se-KAE yang ditijukan kepada Gubernur, Kapolda NTT dan Pimpinan DPRD NTT.
DPRD Ngada, katanya, malu terhadap masyarakat. Sebab berbagai aspirasi dan perjuangan dalam pengungkapan misteri kematian Romo Faustinus sepertinya dihadapkan batu besar penegakan hukum di daerah ini. Berbagai cara telah ditempuh, tetapi tidak menggerakan hati nurani aparat penegak hukum di Ngada.
Luka hati masyarakat dan umat KAE dan Sikka sedikit terobati karena Polda NTT bersedia mengambil alih penyelidikan dan penyidikan kasus Romo Faustinus. Polisi sudah menetapkan Rogasianus Waja dan Teresia Tawa jadi tersangka. Tentu saja lembaga Dewan sangat mendukung langkah-langkah Polda NTT. Dewan dorong agar Polda melaksanakan tugas ini sebaik-baiknya sehingga kekecewaan masyarakat terobati.
“Bapak Uskup dan para imam Keuskupan Agung Ende sudah mempercayakan DPRD dan Pemda Ngada. Ketika mereka (para imam) membuat surat seperti ini, sedapat mungkin harus ditanggapi. Sebab pernyataan sikap ini menunjukan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan terhadap institusi kepolisian Ngada. Kapolres Ngada harus dimutasikan,” kata Thomas Dolaradho.
Ketua Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) NTT Meridian D. Dado per telepon Rabu (29/4) mengatakan, TPDI telah melaporkan semua kinerja Kapolres Ngada ke Kapolri. TPDI melaporkan kinerja Polres Ngada mulai dari manipulasi hukum dalam proses hukum kasus kematian Romo Faustinus sampai dengan keterlibatan aparat Polres Ngada dalam penebangan dan penyelundupan kayu cendana di Wolomese Kabupaten Ngada.
“TPDI juga menyampaikan tertutupnya informasi kepada publik berkaitan dengan kasus Romo Faustinus. Visum et Repertum yang dilakaukan ahli forensik Mun’in Idris dimanipulasi seolah-olah korban meninggal dunia bukan karena kekerasan. Kapolres juga melepaskan tersangka yang sudah ditahan,” kata Meridian Dado.
Tidak ada jalan lain, kata Dado, apabila citra Polres Ngada ingin lebih baik, Kapolres Ngada dipindahkan dan diganti dengan Kapolres yang berkinerja baik dan merayakat.

PROFILE NGADA

Kabupaten Ngada Adalah Salah Satu Kabupaten Yang Berada Di Dalam Wilayah Propinsi NTT (Nusa Tenggara Timur) Yang Terletak Di Sebelah Barat Dari Pulau Flores. Ibukota Kabupaten Ngada Adalah Kota Bajawa. Ketinggian Letak Topografi Kota Bajawa Ini, Membuat Udara Di Kota Bajawa Ini Sangat Sejuk, Bahkan Pada Bulan-Bulan Tertentu, Boleh Jadi Akan Terasa Dingin Bagi Mereka Yang Belum Terbiasa Dengan Alam Yang Ada Di Kabupaten Ngada Ini. Letak Geografis Kabupaten Ngada Adalah Berbatasan Darat Langsung Dengan Kabupaten Manggarai Timur Dan Kabupaten Nagekeo. Kota Bajawa Dihubungkan Oleh Transportasi Darat Yang Dapat Diakses Mulai Dari Bagian Paling Timur Pulau Flores Yaitu Dari Larantuka Yang Adalah Ibukota Kabupaten Flores Timur Melewati Kota Bajawa Sampai Ke Bagian Barat Flores Yaitu Di Kota Labuan Bajo Yang Adalah Ibukota Kabupaten Manggarai Barat. Sedangkan Untuk Akses Masuk Dan Keluar Daerah Kabupaten Ngada Dapat Menggunakan Jalur Laut Melalui Pelabuhan Aimere Dan Untuk Lalu Lintas Udara Dapat Mengakses Bandar Udara So'a.

Kabupaten Ngada Tergolong Daerah Yang Beriklim Tropis. Hal Ini Juga Tergambar Pada Banyaknya Padang Savana Di Kabupaten Ngada Ini. Seperti Juga Beberapa Kabupaten Lainnya Di Pulau Flores Ini, Kabupaten Ngada Juga Memiliki Beberapa Daerah Obyek Wisata Yang Cukup Dapat Diandalkan. Diantaranya Adalah, Tempat Pemandian Air Panas Mengeruda, Kemudian Masih Ada Juga Obyek Wisata lainnya Seperti Bangunan Megalit Di Perkampungan Adat Bena. Sedangkan Obyek Wisata Bahasi Di Kabupaten Ini Adalah Taman Wisata Alam 17 Pulau Riung.

Letak Astronomis Kabupaten Ngada Adalah Berada Diantara 8° 20'35,97" LS - 8° 57' 23,43" LS Dan 120° 48' 38,86" BT - 121° 08' 58,39" BT. Kondisi Iklim Daerah Pegunungan Yang Sejuk Dan Ketersediaan Hijauan Yang Relatif Besar Sangat Cocok Bagi Pengembangan Sektor Peternakan Di Kabupaten Ngada. Dengan Panjang Musim Kemarau Antara 8 - 9 Bulan Dan Sisanya Rentangn Musim Penghujan Antara 3 - 4 Bulan. Adalah Tantangan Lain Sektor Pertanian Kabupaten Ngada. Kabupaten Ngada Seperti Juga Kawasan lain Di Pulau Flores Seperti Manggarai, Manggarai Timur, Kabupaten Ende, Kabupaten Sikka, Kabupaten Lembata, Kabupaten Nagekeo, Kabupaten Manggarai Barat, Dan Kabupaten Flores Timur, Menyimpan Banyak Ragam Kebudayaan NTT (Nusa Tenggara Timur) Yang Belum Terekspos Secara Gamblang.

Letak Geografis Kabupaten Ngada Adalah Berbatasan Dengan :
1. Sebelah Utara Kabupaten Ngada Adalah Berbatasan Dengan : Laut Flores
2. Sebelah Timur Kabupaten Ngada Adalah Berbatasan Dengan : Kabupaten Nagekeo
3. Sebelah Selatan Kabupaten Ngada Adalah Berbatasan Dengan : Laut Sawu
4. Sebelah Barat Kabupaten Ngada Adalah Berbatasan Dengan : Kabupaten Manggarai Timur

Sektor Pertambangan Di Kabupaten Ngada Adalah Juga Sebuah Potensi Yang Harus Dioptimalkan Dalam Menambah Penghasilan Daerah Kabupaten Ngada. Kabupaten Ngada Memiliki Potensi Pertambangan Yang Cukup Beraneka Ragam Dan Penyebarannya Di Beberapa Lokasi, Di Kabupaten Ngada. Beberapa Jenis Bahan Tambang Tersebut Diantaranya Adalah Besi/ Mangan Yang Kandungannya Diperkirakan Banyak Dijumpai Diwilayah Mbong Milong-Riung Dengan Perkiraan Luas Areal Tambang Adalah Sekitar 1.359 Ha. Emas Kandungannya Diperkirakan Banyak Dijumpai Diwilayah Rawangkalo, Wangka, Lindi Dengan Perkiraan Luas Areal Tambang Adalah Sekitar 1.177.100 Ha. Masih Ada Juga Perak Dalam Jumlah Kecil, Belerang Yang Berada Di Sekitar Matalako Dengan Perkiraan Luas Areal Tambang Adalah 30 Ha, Tembaga, Pasir Besi, Marmer Di Sekitar Sambinasi, Rawangkalo, Wangka Dengan Perkiraan Volume Adalah Sekitar 15.452.336 M3, Granodiort, Zeolit, Dan Batu Permata Serta Akik.

Kabupaten Ngada Juga Berada Didalam Jalur Lintas Gunung Berapi, Dengan Memiliki Dua Gunung Berapi Di Wilayah Kabupaten Ngada Yaitu Gunung Inerie Dan Gunung Inelika. Selain Itu Juga Kabupaten Ngada Memiliki Wilayah Perairan Yang Sangat Potensial Baik Di Pantai Utara Kabupaten Ngada Yaitu Laut Flores Tepatnya Di Kecamatan Riung, Maupun Laut Selatan Yaitu Laut Sawu Masing-Masing Berada Di Kecamatan Golewa Dan Kecamatan Aimere.Hasil Laut Yang Utama Dari Kabupaten Ngada Adalah Ikan Pelagis, Ikan Demersal, Ikan Tuna, Lobster, Rumput Laut Dan Mutiara. Penghidupan Sebahagian Kalangan Di Ngada Adalah Sebagai Nelayan Yang Dengan Banyaknya Intensitas Penyuluhan Menyebabkan Sebagian Diantaranya Juga Berpola Budidaya Secara Swakelola. Hal Ini Ditunjang Dengan Panjang Garis Pantai Di Kabupaten Ngada Sepanjang 219 Km.

Nama Kecamatan Yang Ada Di Kabupaten Ngada :
1 Kecamatan Riung Barat
2 Kecamatan Riung
3 Kecamatan Wolomeze
4 Kecamatan Soa
5 Kecamatan Bajawa Utara
6 Kecamatan Golewa
7 Kecamatan Bajawa
8 Kecamatan Jerebuu
9 Kecamatan Aimere

Daftar Pulau Yang Ada Di Wilayah Kabupaten Ngada, Antara Lain :
 1. Pulau Mborong
 2. Pulau Dua
 3. Pulau Ontoloe
 4. Pulau Gong
 5. Pulau Lainjawa
 6. Pulau Nelo
 7. Pulau Bobajie
 8. Pulau Pata
 9. Pulau Bakau
10. Pulau Rutong
11. Pulau Sui
12. Pulau Tembang
13. Pulau Tiga
14. Pulau Taor
15. Pulau Tembaga
16. Pulau Wire
17. Pulau Batu

Alat Musik Kabupaten Ngada
Foy Doa Adalah Alat Musik Tradisional Kabupaten Ngada. Kapan Alat Musik FOY DOA Ini Pertama Kali Dibunyikan Atau Ditemukan Tidaklah Pasti Dapat Kita Ketahui, Sebab Tidak Satupun Referensi Yang Dapat Dipakai Untuk Memastikan Usia Alat Musik Yang Satu Ini. FOY DOA Artinya Kurang Lebih Adalah Suling Ganda Atau Suling Berganda. FOY DOA Ini Terbuat Dari Bambu Kecil Yang Dalam Pemakaiannya Tidak Seperti Suling Biasa Lainnya Yang Hanya Menggunakan Sebilah Bambu Saja, Melainkan Terdiri Dari 2 Atau Lebih Suling Yang Digandeng Dan Digunakan Secara Bersama-Sama. Hal Ini Mengakibatkan Nada Dari Suling Ini Bisa Sebagai Nada Tunggal (Bunyi Suling Tinggal) Dan Bisa Juga Nada Berganda (Bunyi Lebih Dari Satu Suling). Tentunya Tergantung Keinginan Dari Pemain FOY DOA Itu Sendiri.
Awalnya Alat Musik FOY DOA Ini Digunakan Secara Tunggal Tanpa Alat Musik Lainnya Dalam Membawakan Sebuah Lagu Atau Nyanyian, Namun Dalam Perjalanannya Alat Musik Ini Kemudian Dibawakan Dengan Menggunakan Alat Musik Lainnya Secara Bersama-Sama. Alat Musik Lainnya Yang Sering Digunakan Bersama Ini Antara Lain Adalah Laba Dera Atau Laba Toka. Selain Kedua Alat Musik Tadi Masih Ada Juga Beberapa Jenis Alat Musik Yang ternyata Juga Sering Digunakan Sebagai Pengiring Alat Musik FOY DOA Yaitu Tobo (Thobo) Atau Sowito.

FOY DOA

Alat Musik Tradisional NTT, Foy Doa

Beberapa Jenis Alat Musik Pukul Yang Khas Kabupaten Ngada Antara Lain :

1. SOWITO
Alat Musik Pukul Khas Kabupaten Ngada Yang Terbuat Dari Bambu. Seruas Bambu Yang Dicungkil Kulitnya Berukuran 2 Cm Yang Kemudian Diganjal Dengan Batangan Kayu Kecil. Cungkilan Kulit Bambu Ini Berfungsi Sebagai Dawai. Cara Memainkan Dipukul Dengan Sebatang Kayu Sebesar Jari Tangan Yang Panjangnya Kurang Dari 30 Cm. Sertiap Ruas Bambu Menghasilkn Satu Nada. Untuk Keperluan Penggiringan, Alat Musik Ini Dibuat Beberapa Buah Sesuai Kebutuhan.

SOWITO

Alat Musik Tradisional NTT, Sowito

2. THOBO
Alat Musik Khas Kabupaten Ngada Yang Terbuat Dari Bambu. Seruas Bambu Betung Yang Buku Bagian Bawahnya Dibiarkan, Sedangkan Bagian Atasnya Dilubangi. Cara Memainkannya Adalah Dengan Ditumbukan Ke Lantai Atau Tanah (Seperti Menumbuk Padi). Alat Musik Ini Berfungsi Sebagai Bass Dalam Mengiringi Musik Foy Doa.

THOBO

Alat Musik Tradisional NTT, Thobo

BANGUNAN MEGALITH DI PERKAMPUNGAN ADAT BENA

Perkampungan Adat Bena Adalah Nama Sebuah Perkampungan Tradisional Yang Terletak Di Desa Tiworiwu, Kecamatan Aimere, Ngada. Desa Yang Terletak Sekitar 13 Km Arah Selatan Kota Bajawa Di Bawah Kaki Gunung Inerie. Sebuah Perkampungan Adat Yang Masih Bernuansa Tradisional, Keberadaan Ini Masih Ditambah Lagi Dengan Keberadaan Bangunan Batu Yang Menyerupai Bangunan-Bangunan Dari Zaman Megalithikum Yang Sampai Sekarang Masih Digunakan Masyarakat Lokal Setempat Dalam Melaksanakan Ritual Adat Di Perkampungan Adat Bena Ini. Tata Kehidupan Masyarakat Di Perkampungan Adat Bena Ini, Masih Mempertahankan Keaslian Budaya Turun-Temurun Masyarakat Perkampungan Tersebut. Perkampungan Adat Bena Terletak Tepat Di Lereng Bukit Inerie Yang Terlihat Agak Menonjol. Warga Masyarakat Perkampungan Adat Bena, Menyebut Tempat Ini Seperti Berada Di Atas Kapal Karena Bentuknya Yang Terlihat Memanjang Seperti Bentuk Sebuah Perahu Panjang.

Konon Menurut Cerita Yang Dipercaya Secara Turun Temurun Oleh Warga Masyarakat Perkampungan Adat Bena, Pada Zaman Dahulu Ada Sebuah Kapal Besar Yang Pernah Terdampar Di Atas Lereng Gunung Itu. Kapal Itu Kemudian Tidak Pernah Lagi Bisa Berlayar Dan Terus Terdampar Sampai Akhirnya Air Surut Dan Menjauh Dari Tempat Terdamparnya Kapal Tersebut. Bangkai Kapal Itu Kemudian Membatu Dan Di Atasnya Kemudian Digunakan Masyarakat Setempat Sebagai Lokasi Sebuah Perkampungan. Perkampungan Adat Bena Mempunyai Daya Tarik Sendiri Bagi Para Wisatawan Karena Bangunan Megalitik Yang Ada Di Tengah Perkampungan Adat Bena, Yakni Berupa Susunan Batu-Batuan Kuno Layaknya Peninggalan Zaman Megalithikum. Tidak Ada Seorang Pun Yang Mengetahui Secara Pasti, Kapan Dan Siapa Yang Mendirikan Bangunan Megalitik Tersebut, Namun Bagi Warga Perkampungan Adat Bena, Mereka Percaya Kalau Bebatuan Tersebut Disusun Seorang Diri Oleh Seorang Lelaki Perkasa Yang Bernama Dhake.

Hmmmmm .. Lagi-Lagi Sebuah Cerita Rakyat Yang Menemaninya. Sejarah Keberadaan Perkampungan Adat Bena Menurut Warga Setempat, Adalah Ketika Suatu Waktu Tempat Tersebut Didatangi Oleh Sekelompok Orang, Yang Kemudian Membangun Sebuah Perkampungan Di Tempat Yang Kemudian Diberi Nama Bena. Sedangkan Bangunan Megalit Yang Ada, Diyakini Yang Membuatnya Adalah Seseorang Yang Bernama Dhake, Yang Juga Termasuk Diantara Kelompok Yang Membangun Perkampungan Adat Bena, Yang Bertekad Ingin Menciptakan Sebuah Perkampungan Yang Indah. Maka Timbulah Gagasan Dalam Benaknya Untuk Menyertakan Batu-Batu Besar Sebagai Hiasannya. Terdorong Oleh Keinginannya Itu, Ia Kemudian Pergi Ke Pantai Aimere Yang Berjarak Sekitar Seratus Kilometer Dari Perkampungan Bena. Dari Sana Ia Mengambil Batu-Batu Besar Berbentuk Lempengan Panjang Atau Pun Meruncing, Lalu Dipikulnya Hingga Ke Perkampungan Adat Bena. Batu- Batu Itu Kemudian Disusun Sedemikian Rupa, Ada Yang Berdiri Dan Ada Pula Yang Dibiarkan Mendatar. Sususan Batu-Batu Ini Terlihat Tak Ubahnya Bangunan Peninggalan Sebuah Kebudayaan Di Zaman Megalithikum. Observasi Dan Kajian Ilmiah Yang Mendalam Tentunya Dibutuhkan Untuk Menjawab Pertanyaan-Pertanyaan Tentang Keberadaan Dan Apakah Ini Memang Hasil Peninggalan Kebudayaan Yang Ada Di Zaman Megalithikum?

Bagi Yang Berkunjung Ke Perkampungan Adat Bena, Bentuk Sederhana Dari Sebuah Peradaban Masa Lampau Berupa Susunan Batu-Batu Yang Teratur Dan Berada Tepat Di Tengah Perkampungan. Pada Beberapa Bebatuan Terlihat Jelas Jejak Sebuah Bekas Telapak Kaki. Bagaimana Jejak Tapak Kaki Itu Mampu Bertengger Pada Bebatuan Tersebut? Atau Apa Makna Yang Terkandung Atau Tujuan Pembuatnya Dengan Meninggalkan Jejak Tersebut? Penasaran Adalah Kepastian, Dan Bertanya Adalah Jalannya. Jejak Yang Menyerupai Bekas Tapak Kaki Ini, Diyakini Oleh Masyarakat Perkampungan Adat Bena Adalah Telapak Kaki Milik Dhake. Menurut Cerita Yang Telah Turun-Temurun Diwariskan Ini, Pada Saat Membangun Perkampungan Adat Bena Ini, Batu-Batu Yang Dipikul Dhake Dari Aimere, Masih Lembek Dan Tidak Sekeras Yang Sekarang Ada Sehingga Bekas Tapak Kaki Dhake Nampak Jelas Di Atas Batu. Mengenai Benar Dan Tidaknya, Tak Seorangpun Dapat Memastikan Tentunya.

Pengunjung Yang Datang Ke Perkampungan Adat Bena Ini Akan Menemukan Jejeran Rumah-Rumah Penduduk Bentuk Dan Penataannya Masih Sangat Tradisional. Bangunan-Bangunan Ini Letaknya Saling Berhadapan. Rumah-Rumah Adat Yang Ada Di Perkampungan Adat Bena ini Disebut Peo, Bangunan Yang Terbuat Dari Papan Dengan Konstruksi Sebuah Rumah Panggung, Beratapkan Alang-Alang Dengan Dinding Yang Terbuat Bambu Pada Teras Depan Yang Berukuran Sekitar 10 x 10 Meter. Tepat Di Tengah Perkampungan Adat Bena Ini, Terdapat Monumen Adat Yang Dibangun Seperti Lopo [ Madhu ] Dan Sebuah Rumah Kecil Yang Disebut Bhaga. Kedua Bangunan Ini Oleh Masyarakat Perkampungan Adat Bena Diyakini Sebagai Simbol Pemersatu Dari Suku Yang Menempati Perkampungan Adat Bena Itu Sendiri. Masyarakat Perkampungan Adat Bena Benar-Benar Bertekad Untuk Mempertahankan Keaslian Perkampungan Tersebut. Semua Rumah Dibangun Menyerupai Rumah Adat Dan Tidak Diizinkan Membangun Rumah Dengan Campuran Yang Bergaya Modern. Sarana Penerangan Listrik Pun Belum Menyentuh Perkampungan Adat Bena, Lantaran Hal Ini Adalah Hal Yang Juga Tidak Diizinkan Sehingga Untuk Penerangannya Hanya Menggunakan Lampu Pelita.

RIUNG 17 PULAU


Taman Wisata Alam Riung 17 Pulau, Merupakan Gugusan Pulau-Pulau Besar Dan Kecil, Dengan Jumlah 17 Pulau, Yaitu Pulau Pau, Pulau Borong, Pulau Ontoloe [ Terbesar ], Pulau Dua, Pulau Kolong, Pulau Lainjawa, Pulau Besar, Pulau Halima [ Pulau Nani ], Pulau Patta, Pulau Rutong, Pulau Meja, Pulau Bampa [ Pulau Tampa Atau Pulau Tembang ], Pulau Tiga [ Pulau Panjang ], Pulau Tembaga, Pulau Taor, Pulau Sui Dan Pulau Wire. Keseluruh Pulau Tersebut Adalah Pulau Tak Berpenghuni Alias Tidak Dihuni Oleh Manusia.

Taman Wisata Alam Riung 17 Pulau Terletak Di Daratan Pulau Flores Yang Secara Administratif Masuk Didalam Wilayah Kecamatan Riung, Kabupaten Daerah Tingkat II Ngada. Kawasan Taman Wisata Alam Riung 17 Pulau Ini Berada Sekitar 70 Km Sebelah Utara Kota Bajawa, Ibukota Ngada. Dunia Indah Bawah Laut Yang Tak Kalah Menarik, Adalah Tawaran Dari Taman Wisata Alam Riung 17 Pulau Kepada Para Diver Atau Penyelam Atau Bagi Mereka Yang Sekedar Datang Hanya Untuk Melakukan Snorkeling. Kawasan Taman Wisata Alam Riung 17 Pulau Merupakan Type Pulau Dengan Hutan Yang Cenderung Kering Didalam Wilayah Pulaunya. Vegetasi Campuran Antara Jenis-Jenis Ketapang [ Terminalia Catappa ], Waru [ Hibiscus Tiliacus ], Kemiri [ Aleuritis Molucana ], Pandan [ Pandanus Tectorius ], Jati [ Tectona Grandis ], Kepuh [ Sterculia Foetida ], Kesambi [ Schleichera Oleosa ], Cendana [ Santalum Album ], Kayu Manis [ Mangivera Indica ], Asam [ Tamarindus Indica ], Sengon Laut [ Albizia Sp ], Johar [ Cassia Siamea ], Nyamplung [ Calophyllum Inophykum ] Dan Ampupu [ Eucalyptus Urophylla ]. Hampir Di Seluruh Pesisir Pantai Gugus Pulau Kawasan Taman Wisata Alam Riung 17 Pulau Ditumbuhi Hutan Bakau Yang Masih Utuh Dengan Jenis-Jenis Dominan Rhizophora Sp, Bruquiera Gymnoriza, Dan Sonneratia Sp.

Taman Wisata Alam Riung 17 Pulau, Sebagaiman Layaknya Pulau-Pulau Lain Yang Ada Di Dunia. Memiliki Aneka Jenis Fauna Yang Hidup Di Kawasan Taman Wisata Alam Riung 17 Pulau Ini Beberapa Diantaranya Adalah Satwa Komodo [ Varanus Komodoensis ], Rusa Timor [ Cervus Timorensis ], Landak [ Zaglossus Sp ], Kera [ Macaca Sp ], Musang [ Paradoxurus Haemaproditus ], Biawak Timor [ Varanus Timorensis ], Kuskus [ Phalanger Sp ], Ayam Hutan [ Gallus Sp ], Buaya [ Crododulus Porosus ], Serta Berbagai Jenis Burung Misalnya Elang [ Elanus Sp ], Bluwok Atau Bangau Putih [ Egretta Sacra ], Sandang Glawe Atau Bangau Hitam [ Ciconia Episcopus ], Burung Perkici Dada Kuning [ Trichoglosus Haemotodus ], Burung Nuri [ Lorius Domicella ], Tekukur [ Streptopelia Chinensis ], Burung Wontong Atau Burung Gosong [ Megapodius Reinwardtii ] Dan Kelelawar [ Pteropsus Veropirus ].

Selain Itu Juga, Kawasan Taman Wisata Alam Riung 17 Pulau Kaya Akan Ekosistem Terumbu Karang Dan Jenis-Jenis Biota Perairan Laut Dangkal. Terdapat Sekitar 27 Jenis Karang Dan Koral Yang Telah Teridentifikasi Dengan Baik, Beberapa Diantaranya Adalah Montipora Sp, Acropora Sp, Lobophylla Sp, Platygyra Sp, Galaxea Sp, Pavites Sp, Stylopora Sp, Pavona Sp, Echynophylla Sp Dan Echynopora Sp. Jenis-Jenis Biota Yang Hidup Diperairan Taman Wisata Alam Riung 17 Pulau Antara Lain Adalah Mamalia Laut Seperti Duyung [ Dugong Dugon ], Lumba-Lumba Dan Paus [ Physister Catodon ] Serta Aneka Ikan Hias Yang Hidup Di Sepanjang Karang Yang Ada Di Taman Wisata Alam Riung 17 Pulau.

Di Beberapa Daerah Dan Pulau Di Dalam Taman Wisata Alam Riung 17 Pulau Ini, Seperti Antara Lain Di Pulau Torong Padang, Hidup Biawak Raksasa Komodo Yang Pada Musim Atau Waktu Tertentu Bisa Dilihat Ketika Sedang Berjemur Dari Atas Kapal, Sementara Kapal Tersebut Diberhentikan. Wisata Bahari Di Kawsan Taman Wisata Alam Riung 17 Pulau. Dengan Menggunakan Speed Boat Maupun Kapal Kecil Berbahan Fibre Glass, Selain Itu Para Pengunjung Bisa Menikmati Indahnya Kehidupan Alam Bawah Laut Di Taman Wisata Alam Riung 17 Pulau Yakni Keanekaragaman Jenis Karang Yang Warna-Warni Dengan Berbagai Jenis Ikan Hias Yang Indah Dan Sangat Mempesona. Dengan Airnya Yang Sangat Jernih, Berenang, Snorkling, Memotret Bawah Laut Dan Menyelam Adalah Tawaran Utama Wisata Di Kawasan Taman Wisata Alam Riung 17 Pulau.

PEMANDIAN AIR PANAS MENGERUDA

Tempat Pemandian Air Panas Mengeruda Di Soa Adalah Tempat Pemandian Air Panas Yang Terletak Kurang Lebih 50 Km Arah Selatan Riung. Tempat Pemandian Air Panas Mengeruda Terletak Pada Ketinggian Kurang Lebih 1000 mdpl. Tempat Pemandian Air Panas Mengeruda Adalah Salah Satu Pemandian Air Panas Alami Yang Kemudian Oleh Pemerintah Daerah Ngada Dijadikan Sebuah Oyek Pemandian Air Panas Dengan Fasilitas Yang Cukup Memadai. Tempat Pemandian Air Panas Mengeruda Ini Berada Di Sebuah Dataran. Sumber Air Panas Ini Dalam Kondisi Normal Memiliki Suhu Rata-Rata 30° Celcius Sampai Dengan 40° Celcius. Bukan Rahasia Lagi Jika Air Yang Memiliki Kadar Belerang Diatas Rata-Rata Ini Adalah Obat Kulit Yang Mujarab, Selain Manjur Dalam Menghilangkan Kepenatan Kita Setelah Berlelah-Lelah Seharian.

Para Wisatawan Yang Hendak Menuju Kota Bajawa, Entah Itu Wisatawan Lokal Maupun Domestik. Tak Jarang Memilih Berendam Seharian Di Tempat Pemandian Air Panas Mengeruda, Sampai Dengan Sore Harinya Barulah Mereka Melanjutkan Perjalanannya Ke Kota Bajawa, Yang Tidak Lain Adalah Ibukota Kabupaten Ngada. Udara Di Kota Bajawa Adalah Berbanding Terbalik Dengan Suhu Pada Tempat Pemandian Air Panas Mengeruda. Hal Ini Dapat Dimaklumi Karena Tinggi Permukaan Kota Bajawa Dari Permukaan Air Laut Adalah Sekitar 1.200 mdpl.

Pada Awalnya, Tempat Pemandian Air Panas Mengeruda Ini Adalah Tempat Para Petani Maupun Masyarakat Lokal Sekitar Tempat Pemandian Ini Berendam Atau Sekedar Membersihkan Diri Setelah Seharian Bekerja Di Kebun. Yang Mana Dalam Perjalanannya Kemudian, Oleh Pemerintah Kabupaten Ngada, Difasilitasi Dengan Bangunan Pelengkap Selayaknya Sebuah Tempat Pemandian Komersil Dengan Sarana Yang Cukup Memadai, Dengan Tetap Membiarkan Alur Airnya Mengalir Secara Alami. Air Panas Beraroma Belerang Yang Tak Lain Adalah Akibat Sebuah Kegiatan Vulkanik Yang Berada Di Bawah Perut Bumi Kabupaten Ngada Ini, Pada Masa-Masa Mendatang Diyakini Dapat Menarik Jumlah Wisatawan Yang Datang Ke Kabupaten Ngada Ini.

Tempat Pemandian Air Panas Mengeruda, Walaupun Saat Ini Tak Seperti Kawasan Taman Wisata Alam Riung 17 Pulau Yang Begitu Banyak Menarik Wisatawan, Namun Dalam Perjalanannya Kedepan Nanti Adalah Sebuah Aset Pemerintah Daerah Ngada Yang Menjadi Salah Satu Sumber Pendapatan Daerah Yang Handal, Yang Tentu Saja Dapat Terealisasi Jika Mendapatkan Penanganan Secara Serius Selain Segi Infrastruktur Dan Saran Prasarana Lainnya, Selain Faktor Promosi Wisata Yang Tak Kalah Pentingnya Dalam Memperkenalkan Tempat Pemandian Air Panas Mengeruda Sebagai Salah Satu Tempat Tujuan Wisata Yang menarik.

MOMENT NGADA BANGKIT

Setengah Abad Sudah Kabupaten Ngada Ada.
Namun setengah jalanpun rakyat Ngada belum mampu beranjak
dari ketiadaan-kekurangan-kelemahan menuju sejahtera.
Ngada masih saja tertinggal.
10 Tahun sudah Otonomi Daerah dijalankan.
Namun apa perubahan positif yang terjadi di Ngada.
Tidak tahukah kita ataukah memang tidak ada?
Apa Yang Salah…Mari Singkapkan…
Apa Yang Keliru…Mari Ubahkan…
Saatnya Ngada Bangkit…
Mulai Dari Mana ???
MULAI DARI PEMIMPIN
Pertanyaan “mulai dari mana” adalah pertanyaan analitik, yang akan menjadi
diskusi panjang, karena memang banyak hal yang mempengaruhi
ketertinggalan Ngada. Salah satu hal yang dapat diangkat adalah
kepemimpinan. Dalam banyak contoh perubahan besar yang terjadi di setiap
bangsa berawal dari pemimpinnya. Jesus, Muhammad, Budha, King Arthur,
Khan, Gajah Mada, George Washington, Mao Tzedong, Soekarno, adalah
P a g e | 2
PERHIMPUNAN PEMUDA MAHASISWA NGADA JAKARTA (PPMNJ)
bukti-butki bahwa perubahan terjadi karena pemimpin yang hebat. Dengah
bukti-bukti ini kita sepakat bahwa salah satu hal yang penting untuk membawa
perubahan di Ngada lebih cepat adalah factor kepemimpinan. Kesempatan
Otonomi Daerah adalah kesempatan bagi lahirnya pemimpin-pemimpin daerah
yang kuat untuk secara lebih cepat, tepat membawa daerahnya menuju
kemajuan. Apalagi disadari betul bahwa masyarakat kita adalah masyarakat
yang baru mulai merangkak maju, dimana memiliki ketergantungan yang kuat
terhadap pemimpinnya. Dengan demikian factor kepemimpinan bagai
masyarakat Ngada adalah factor yang sangat penting untuk membawa
perubahan Ngada yang lebih maju.
Pada bulan Juni 2010 ini Pilkada Ngada akan dilaksanakan, sehingga pertanyan
analitik “mulai dari mana” dengan momentum pilkada ini akan memaksa kita
yang sadar akan ketertinggalan di Ngada untuk berupaya mewujudkan
pemimpin yang bisa membawa Ngada Bangkit.
Sudah barang tentu melahirkan pemimpin yang hebat bukan pekerjaan yang
gampang dan dapat diwujudkan dalam hitungan bulan. Namun setidaknya ada
dua hal penting yang dapat dikerjakan dalam waktu yang relative singkat (3
bulan) berkatian dengan suksesi kepemimpinan ini ;
· Mencerahkan masyarakat untuk memilih pemimpin yang dapat
membawa Ngada Bangkit. Dalam kegiatan ini sasaran utama adalah
masyarakat pemilih di Ngada. Mencerahkan artinya memberikan bekal
cara menilai pemimpin yang baik. Dengan demikian diharapkan pada
pilkada 2010 nanti akan lahir pemimpin yang terbaik untuk Ngada. Tentu
saja pencerahan ini tidak akan menjatuhkan atau mengarahkan pada
P a g e | 3
PERHIMPUNAN PEMUDA MAHASISWA NGADA JAKARTA (PPMNJ)
calon tertentu, namun bersifat objectif dimana berangkat dari apa yang
diingkan oleh masyrakat Ngada. Nagada kedepan seperti apa serta
pemimpin yang diingikan seperti apa.
Tujuan lainya adalah sekaligus memberikan kekuatan pendirian agar
tidak mudah terhasut oleh money politic, black campaign, isu sukuisme,
kekeluargaan, serta unsure-unsur lainnya yang menomorduakan
kapabilitas, kemampuan dari pemimpin tersebut.
· Membantu memikirkan solusi dasar/paling penting yang dapat
dilakukan oleh Pemimpin Terpilih untuk membawa Ngada Bangkit.
Dalam hal ini sasaran utamanya adalah calon bupati yang akan berlaga
pada pilkada 2010 nanti. Kegaitan yang dilakukan adalah pertama
melakukan kajian/analisis dengan beberapa narasumber (pakar) guna
menemukan persoalan mendasar di Ngada yang paling utama/penting
untuk segera ditangani bagi kemajuan Ngada. Setelah ditemukan
persoalan mendasar dan mendesak itu maka dirumuskan rencana
penangannya sampai pada tingkal implementasi. (dilakukan di Litbang
PPMNJ). Kedua, produk ini kemudian diseminarkan tujuannya meminta
masukan dan tanggapan dari peserta seminar serta tanggapan dari para
calon bupati berkaitan dengan visi-misi dan program kerja yang
disiapkan oleh masing-masing calon bupati. Diharapkan produk ini akan
menjadi sumbangan pemikiran bagi para calon bupati (positif jika ada
calon yang berani menandatangani kontrak untuk melaksanakannya)
sehingga siapapun yang terpilih memiliki background pengetahuan
tentang persoalan yang diangkat dan bagaiamana mengatasinya.
P a g e | 4
PERHIMPUNAN PEMUDA MAHASISWA NGADA JAKARTA (PPMNJ)
METODE DAN BENTUK KEGIATAN
· Pencerahan
Tujuan : Memberikan bekal bagi pemilih (rakyat Ngada) agar dapat memilih
pemimpin yang Tepat bagi perubahan Ngada yng lebih baik.
Sasaran : Masyarakat pemilih Ngada
Bentuk : News Letter, Pamflet, Spanduk, dan bentuk publikasi lainnya yang
relevan.
Metode :
Agar tercapai tujuan pencerahan ini beberahap hal yang dipertimbangkan
adalah ;
- Format penyampaian harus menarik.
- Format penyampaian harus mudah dimengerti.
- Format penyampaian sesederhana mungkin, bertahap dan continue.
Mempertimbangkan ketiga factor diatas maka metode yang dikembangkan
bersifat bertahap (modular) dan bersifat continues dimana setiap tahap
memiliki outcome tertentu untuk menjadi masukan bagi tahap selanjutnya.
Pada tahap akhir akan dirumuskan suatu resume yang merangkum
keseluruhan modul-modul tersebut.

NGADA BANGKIT

Setengah Abad Sudah Kabupaten Ngada Ada.
Namun setengah jalanpun rakyat Ngada belum mampu beranjak
dari ketiadaan-kekurangan-kelemahan menuju sejahtera.
Ngada masih saja tertinggal.
10 Tahun sudah Otonomi Daerah dijalankan.
Namun apa perubahan positif yang terjadi di Ngada.
Tidak tahukah kita ataukah memang tidak ada?
Apa Yang Salah…Mari Singkapkan…
Apa Yang Keliru…Mari Ubahkan…
Saatnya Ngada Bangkit…
Mulai Dari Mana ???

SAGI/ETU

Etu adalah tinju tradisional khas Ngada yang biasa dilaksanakan pada musim panas, antara bulan Mei sampai dengan Agustus setiap tahun.
Budaya Etu biasa dilaksanakan oleh masyarakat di Kecamatan Soa dan juga di Kecamatan Golewa yaitu di kampung Ngorabolo Desa Takatunga. Malam menjelang kegiatan tinju tradisional ini pentaskan, dilaksanakan upacara penyambutan tamu dan ritual lainnya untuk memohon perlindungan dan dukungan para leluhur aa kegiatan Etu terselenggara secara baik dan terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti cedera berat maupun kematian.

Jalannya Pertarungan
Kedua petarung dan masing-masing pembantu yang dinamakan sike, maju bertarung secara jantan di tenga arena, diiringi dengan tabuhan gong gendang dan pantun berbalas pantun untuk meningkatkan keberanian kedua petinju yang dilaksanakan oleh pemuka adat dari kedua pihak yang bertarung. Setiap ronde berlangsung selama 3 menit dan waktu jedah 1 menit,  selama 1 menit. Selesai bertarung setelah wasit mengumumkan pemenangnya kedua petarung berangkulan dengan penuh sportifitas sebagai tanda perdamaian.
Masyarakat Soa menamakan tinju tradisional tersebut dengan sebutan Etu sedangkan sebagian mayarakat Kecamatan Golewa menamakannya Sudu.

Jadwal pelaksanaan Etu adalah sebagai berikut :
  • Bulan Maret dilaksanakan di: Solo Kecamatan Boawae dan Mengeruda Kecamatan Soa.
  • Bulan April dilaksanakan di : Piga Kecamatan Soa.
  • Bulan Mei dilaksanakan di : Lade-Tarawaja Kecamatan Soa, Nio-Masumeli Kecamatan Soa, Masu-Masumeli Kecamatan Soa.
  • Bulan Juni dilaksanakan di : Boawae - Natanage Kecamatan Boawae, Natalea - Raja Kecamatan Boawae, Boamuzi - Masumeli Kecamatan Soa, Loa Kecamatan Soa, Takatunga Kecamatan Golewa, Sarasedu Kecamatan Golewa.

Upacara Adat Reba di Kabupaten Ngada


PDF Cetak Email
Hatib Abdul Kadir
A. Selayang Pandang
Reba merupakan  upacara adat yang bertujuan untuk melakukan penghormatan dan ucapan rasa terima  kasih terhadap jasa para leluhur. Upacara ini juga digunakan untuk mengevaluasi  segala hal tentang kehidupan bermasyarakat pada tahun sebelumnya yang telah  dijalani oleh masyarakat Ngada. Melalui upacara ini, keluarga dan masyarakat  meminta petunjuk kepada tokoh agama dan tokoh adat untuk dapat menjalani hidup  lebih baik pada tahun yang baru. Upacara ini diadakan setiap tahun baru, tepatnya  di bulan Januari atau Februari.  
Tuan rumah untuk  upacara ini selalu bergiliran pada setiap tahunnya. Sehari sebelum perayaan  Reba dimulai, dilaksanakan upacara pembukaan Reba (su‘i uwi). Pada malam su‘i uwi dilakukan acara makan minum bersama (ka  maki Reba) sambil menunggu pagi. Pada pagi harinya, ketika upacara  berlangsung, para tamu disediakan makanan dan minuman yang sudah matang dan  siap dimakan (Ngeta kau bhagi ngia, mami  utu mogo. Kaa si papa vara, ini su papa pinu). Hidangan utama dalam pesta  ini adalah ubi. Bagi warga Ngada, ubi diagungkan sebagai sumber makanan yang  tak pernah habis disediakan oleh bumi. Karena itu, warga Ngada tidak akan  pernah mengalami rawan pangan ataupun busung lapar.
Selama upacara Reba  berlangsung diiringi oleh tarian para penari yang menggenggam pedang panjang (sau) dan tongkat warna-warni yang pada  bagian ujungnya dihiasi dengan bulu kambing berwarna putih. (tuba). Sebagai pengiring tarian adalah alat  musik gesek berdawai tunggal yang terbuat dari tempurung kelapa atau juga dari  labu hutan. Sebagai wadah resonansinya alat musik ini ditutupi dengan kulit  kambing yang pada bagian tengahnya telah dilubangi. Sedangkan penggeseknya  terbuat dari sebilah bambu yang telah diikat dengan benang tenun yang telah  digosok dengan lilin.
B. Keistimewaan
Upacara adat Reba  biasa dilakukan tiga sampai empat hari. Sebelum pelaksanaan upacara tari-tarian  dan nyanyian (O Uwi) diadakan misa  inkulturasi di gereja yang dipimpin oleh seorang pater atau romo. Beberapa  rangkaian upacara juga diiringi dengan koor nyanyian gereja, dan menggunakan  bahasa lokal Ngada. Upacara ini memang memadukan unsur adat dengan agama.
Di luar gereja, suasana  upacara adat bertambah meriah, ketika para penonton dan penari disodori satu  dua gelas arak (tua ara). Ini  merupakan tradisi setiap orang Ngada yang hadir dalam upacara tersebut. Namun  demikian, Reba tidak sekadar pesta hura-hura, tapi wujud kegembiraan (gaja gora) masyarakat Ngada dengan tetap  menjaga nuansa rohani.
C. Lokasi
Upacara Reba dapat  disaksikan di masing-masing kecamatan yang terletak di Kabupaten Ngada, Pulau  Flores, Provinsi NTT. Masing-masing kecamatan itu adalah Aimere, Bajawa,  Mataloko, Jerebu‘u dan So‘a.
D. Akses Menuju Lokasi
Dari Kupang, ibukota Provinsi NTT, wisatawan  dapat naik pesawat menuju Ende, sebuah kota di  Pulau Flores. Setiba di sana, perjalanan dilanjutkan menuju Kota Ngada  yang berjarak sekitar 61 kilometer dengan naik minibus.
E. Tiket Masuk
Setiap pengunjung tidak dikenakan biaya tiket masuk.
F. Akomodasi dan Fasilitas
Di kota Ngada terdapat beberapa  hotel, mulai dari kelas melati hingga bintang dua. Di samping itu, terdapat beberapa  restoran yang menyediakan makanan khas Ngada, dan  beberapa biro wisata yang siap melayani wisatawan  ke obyek wisata lainnya di sekitar Ngada.

Banyak TKI di Ngada Tidak Terdaftar


Frans Obon


Sebanyak 854 tenaga kerja dari Kabupaten Ngada yang saat ini bekerja di Malaysia tidak terdaftar pada Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kabupaten Ngada. Laki-laki berjumlah 539 orang laki-laki dan 319 orang perempuan.

Kepala Dinas Sosial, Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kabupaten Ngada, Hendrikus Liu Wae, di ruang kerjanya, Jumat (8/4) mengatakan, angka ini bisa diketahui setelah ada pendataan penduduk di setiap desa. Dengan demikian 854 orang yang bekerja di Malaysia itu ilegal.

"Mereka pergi begitu saja tanpa mengurus dokumen di Kabupaten Ngada. Modus operandi perekretannya dilakukan secara tertutup. Awalnya mereka mau bekerja di Kalimantan, tetapi sesudah sampai di tempat lain, mereka mengurus KTP dan langsung melanjutkan perjalanan ke Malaysia untuk mencari kerja. Kami punya daftar tenaga kerja yang legal hanya sedikit saja. Saya kurang tahu persis, tetapi TKI yang lain pergi kerja tanpa mengantongi dokumen dari Dinsosnakertrans Kabupaten Ngada," katanya.

Kepala Seksi Jamsostek, Martinus Palo mengatakan, pada tahun ini sudah dua kali kejadian penangkapan TKI ilegal oleh aparat keamanan di Sikka. Pertama, sebanyak 37 orang ditangkap dan dikembalikan ke Ngada. Kedua, tiga orang perempuan ditangkap karena tidak memiliki dokumen lengkap.

Karena itu Kadis Dinsosnakertrans minta masyarakat mengurus dokumen jika ingin bekerja di luar negeri. Pengurusan dokumen tidak sulit. Warga hanya membawa KTP dan surat keterangan izin dari keluarga.